Langsung ke konten utama

Surat ketiga (kepada: jarak)



Surat ketiga... 
Sebelum aku menggoreskan tinta ini padamu, berjanjilah. Berjanjilah bahwa kau akan menyampaikan surat ini kepadanya. Sampaikan setiap baris berisi pesan tentang rasa kehilanganku. Tentang rasaku yang masih tersimpan rapi dibalut kenangan itu. Dan aku juga... dan aku juga ingin menitipkan peluk hangatku, untuknya. Yang berada jauh disana. di jarak yang selalu ingin aku hancurkan sejak aku menyadari bahwa sepenuhnya aku takkan mampu melupakan setiap peluk dan ciuman hangat yang mendarat dikeningku.

Dan kepadamu, Jarak.
Aku marah sekali padamu. Kau tahu, kan? Kau tahu kan kalau aku sangat membencimu?
Aku sangat-sangat membencimu. Hingga aku menutup telingaku ketika ada segelintir orang yang berbicara tentangmu. Tentang dirimu yang memisahkan aku dengan seseorang yang teramat penting didalam hidupku.
Orang itu penting, penting karena ialah satu-satunya orang yang bisa membuatku merasa bahwa kebahagiaan itu memang benar-benar tercipta untukku. Hanya untukku.
Kebahagiaan yang aku punya, yang ia punya, yang tak ada hentinya membuat hidupku sempurna. Dan tiba-tiba... kenyataan membawaku pada realita yang memberitahukan bahwa jarak memang memisahkan aku dan dirinya, sehingga kami tak bisa selamanya bersama. 

Kau tahu? Sebenci apapun aku padamu (jarak), namun kenyataannya, dirimulah yang membuat rinduku untuknya tak pernah berlalu. Semakin lama tak bertemu, rinduku semakin tumbuh.
Selagi bersamanya dulu, aku selalu merasa bahwa dengan-nya, hidupku berbeda. Menjadi sangat indah. Tidak seperti saat bersama yang dulu-dulu, bersama mereka yang telah menjadi masa laluku.

Dan kamu. Ya, kamu. Orang yang saat ini menjadi bagian dimana jika kamu menghilang, maka hidupku tak lagi sesempurna dulu. Tak sebahagia dulu, dan tak membentangkan senyum bahagia-ku.
Aku ingin bertanya satu hal padamu.
Sejak kapan dirimu berdiam bermain-main disana? di relung hatiku yang terdalam.
Di keindahan yang masih terus berputar dalam ingatan. Ya, ingatanku. Bagaimana dengan ingatanmu? Apakah sama denganku? Kuharap iya. 

Karena aku kesepian. Aku takut bersenang-senang sendiri dalam lamunanku yang membawa ingatan indah tentangmu. Aku takut jika suatu hari nanti, ada yang menyadarkanku bahwa ternyata aku sendirian disini. di ingatan milik kita. Ingatan tentang kita.
Temani aku... temani aku karena aku cukup tahu bahwa diriku tak sekuat dirimu.
“Dirimu yang masih bisa berlari menjauh menerjang mimpimu meski tak ada lagi aku disisimu.”




Komentar

  1. karena jarak mengajarkan kita untuk merindu dengan cara yang lebih benar. nice post anyway.. :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

The history of Me dan The Beatles

Hai! Selamat malam :D Hari ini gue bukan mau ngedongeng atau nulis puisi buat kalian. Bukan mau galau juga. Tapi gue mau ngasih tau tentang group musik favorit gue. Mereka adalah sekumpulan orang hebat (menurut gue) yang dijadikan satu dibawah naungan Musik. Ya! mereka adalah The Beatles! CANT'T BUY ME LOVEEEEE~~~~~~ Hahhahhaha. Uhmm.. by the way diantara kalian ada nggak yang  suka sama band ini? kalo ada, selera musik lo bagus :)) Oiya. Guesuka sama band ini sejak SMP kelas satu. Dan itu sekitar 8 tahun yang lalu. dan lagu yang pertama kali gue dengerin adalah "She's loves you". Mereka bilang jarang ada yang suka sama lagu ini untuk pengenalan The Beatles ke kuping mereka. Tapi entah kenapa, pas dengerin lagu ini gue langsung jatuh cinta (Sama mereka).  Dan juga!!!!!!! Mereka punya sejarah dan perjalanan hidup yang menarik banget buat dibaca/diceritain. Kalian pasti kenal dong ya dengan pentolan The Beatles yang ini: Yihaaa!!!! He's a JOHN LENN

Rintih Rantauan Malam Ini

Kaki ku berjalan mencari kehidupan. Selagi menyia-nyiakan hidup. Yang diberikan ibuku dari sisa hidupnya, adalah kepingan harapan tinggi pada masa depan. Ibu dan ayah mengorbankan hidup mereka untuk hidupku. Mereka menukar nasi dengan buku. Maka aku menangis sejadi-jadinya.  Kelak, aku juga akan berkorban untuk hidup mereka. Selagi mereka hidup. Namun… apakah bisa? Apakah sempat? Aku bertanya-tanya, Lalu untuk apa kita hidup jika hanya untuk di perjuangkan? Tanpa bisa membayar perjuangan itu sendiri.  "Aku menanjak hingga senja hilang. Sampai di puncak, ditelan kegelapan. Sendiri menunggu pagi atau siang. Aku ingin pulang." Aku ingin pulang… Aku ingin pulang… Sekadar menikmati pelarian… Aku ingin pulang… Ibu, disini tidak ada kesempatan. Bagi anakmu, anak rantauan…

hello :D