Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2014

PUISI: Hanya Karena Aku Sendirian

Ingin aku bersandar di bahu kiri mu Mengenang setiap nyanyian yang kita suka dahulu Lalu Aku berbisik pada angin malam Desis nya mengerikan Hanya karena aku sendirian Ingin aku berjalan di taman itu Dibawah teduh langit malam... sekadar untuk mengingatmu Lalu aku berjalan kesana Kursi-kursi jadi dingin Hanya karena aku sendirian Ingin aku berlari ke kota kembang Meniti jejakmu yang kau tinggalkan Lalu aku kesana Rasa-rasanya hampa Hanya karena aku sendirian

PUISI: Membunuh Jarak

Ku lepaskan semua penat di Asa Menepis jejak-jejak yang kutinggalkan Serta harapan Serta kenangan Rasanya begitu jauh Walau tak begitu jauh Rasanya berlari pun tak jua ragu mesti nyatanya rancu Kulanjutkan perjalanan Sendirian Membunuh jarak Yang sudah terlebih dahulu membunuhku Dimana kamu... Malaikat tanpa sayapku...

Sebelum Petir Datang

Di pijaknya jalanan aspal itu. Yang masih basah karena hujan petang tadi. Kakinya memainkan genangan air yang terlihat menyenangkan.  Kemudian hujan turun lagi. Ia termangu menatap butiran-butiran air yang turun dari langit itu. Dan Ia masih setia berdiri disana. Di bahu jalan di bawah rindang pepohonan. Menunggu hujan berhenti kemudian berjalan pulang. Tapi hujan tak juga berhenti. Tangan kanannya sibuk mengetuk-ngetukkan payung yang sesekali di ketuk-ketuk pada badan pohon tua itu. ia tidak bisa pulang. Lalu menangis... "Kau punya waktu sebelum hujan turun lagi. Tapi mengapa masih bermain dengan genangan air? kau punya payung untuk melindungi. Tapi mengapa masih berdiam diri?"  Berlarilah... Bersama air hujan... Sebelum petir datang dan selamanya kau takkan bisa pulang... kembalilah... pulang... 

PARAGRAF SINGKAT: Tanya Pada Hujan

Jawab mana yang pernah kuterima. Kala hujan turun dan tanyaku kembali lagi. Pulang kerumah. Kedalam depakanku. Seorang diri. Kini aku tahu ternyata berteman dengan hujan tidaklah indah. Semua tanya akan kembali tanpa segenggam jawab yang ia pegang.  "Sayang... Kembalilah pulang. dalam dekapan..." 

Jokowi Berhasil Menyita Hati Semua Kalangan

Jakarta, 08 Juli 2014 Belakangan ini, media elektronik, cetak dan jejaring sosial seperti Twitter dan facebook diramaikan dengan pemberitaan tentang Pilpres beserta para pendukung dari masing-masing kubu.  Pendukung Jokowi rupanya tidak hanya datang dari kalangan Para artis, seperti; Cinta Laura, Ringgo Agus, Slank dll. Para penulis dan Sutradara l seperti Dee Lestari, Joko Anwar, Riri Riza dan Mira Lesmana ikut berpartisipasi dalam menggerakkan dukungan untuk Jokowi - JK di twitter dengan menggunakan tagar #Jokowi9Juli. Mulai dari mengganti avatar dengan selfie mengangkat dua jari. Sebelumnya, mereka juga ikut berpartisipasi dalam menyelenggarakan konser yang diramaikan para artis serta seniman yang datang dengan sukarela.  Meski sudah memasuki minggu tenang, suara dari para pendukung Jokowi terus mengudara.  Pada Senin malam sekitar pukul 00:00 di akun resmi Facebook milik Sting juga ikut memberi dukungan untuk Jokowi dengan menulis status "Use your right - #Jokowi9Juli". 

BISU

Aku bertanya pada daun-daun yang masih basah tersiram air hujan. Aku bertanya kemana ia pergi. mengapa tak ada jejak, tak ada berita. Kemudian daun-daun itu terdiam, mereka tak menjawab.  Aku bertanya pada rumput yang tak lagi bergoyang. Sebab angin sudah enggan berhembus ke arahnya. Mereka juga diam.  Kemudian aku bertanya pada genangan air diatas aspal dihadapanku. Kemudian mereka tertawa karena yang aku temukan hanyalah aku. Bukan siapa-siapa. Yang aku temukan hanyalah cerminanku. Yang terombang-ambing diatas air.  Tak bisa juga menjawab tanyaku.  "Aku bisu. Dimakan tanyaku..."

Dibalik Tirai

Tak ada yang tahu apa yang dilakukan orang yang sedang patah hati dibalik lekukan senyuman indahnya. Seperti tirai yang menutupi jendela rumah. Warna tirai itu mungkin cerah. Indah dipandang dari luar rumah. Namun sayangnya tak ada yang tahu dibalik tirai itu ada yang sedang kedinginan menunggu doa-doa nya dikabulkan. Terkurung bersama kehampaan. Orang yang sedang rapuh itu tidak ingin keluar dari rumah meski sebenarnya ia mempunyai kesempatan. Orang yang sedang hilang itu tak ingin kenal keramaian. Meski keramaian sangat mengenal orang yang sedang hilang. Terpaut sudah hatinya pada luka yang basah. Sudah basah disiram air garam pula.  "Rahasia ini tetaplah menjadi rahasia. Sebab tawa bahagia hanyalah simbol dari persembunyian antara luka dan airmata." 

Puisi: Kelam

Aku memasuki sela-sela rindu Tanpa membiarkanmu tahu Aku memakai sandal milikmu Berjalan meninggalkan waktu Siapa yang akan membelaiku Kelak... jika aku gusar dan tak bisa tertidur Seperti tadi malam.. Ingin ada yang mempertanggung jawabkan Fajar cepatlah datang Bergulir Sampai dunia terbangun hingga aku tak sendirian Meniti malam Dalam keheningan... Kelam...

Hampa

Sore ini aku menghabiskan sisa waktu dengan menulis. Tidak ada lagi yang bisa mengisi kosong pada hari ini. Aku tersadar, aku menggantungkan harapanku pada entah siapa. Ingin rasanya aku berbincang, entah dengan siapa. Berbicara tentang masa depanku, entah dengan siapa. Berbicara menghabiskan senja, entah untuk apa.  "Tapi rasanya waktu ku terlalu hampa untuk dikosongkan. Namun juga terlalu bimbang untuk di abaikan. Sebab pikiranku tersita. untuk sesuatu yang kurasa hampa." 

PUISI: "Lihatlah"

Lihatlah matahari Cahaya nya pekat membakar jakarta Membakar Ibu Kota Tak sadar diri, bahwa kelak cahaya nya akan terpadam jua Lihatlah bulan  Ia begitu mencintai Pagi Maka ia rela menghilang Agar Pagi mendapatkan Matahari Lihatnya Aku Menyimpan banyak kata Maka bisu lah suara ku  Menyimpan puisi-puisi kelu

Gelap Untuk Sang Pagi

Hari ini. kunamakan 'Suatu Pagi', Selepas malam rela melepas gelap, setelah semua yang telah kita lalui selama ini. Tapi rasanya aku belum mau merelakan gelap berubah menjadi terang.   Biarkan ... kataku. biarkan saja seperti ini. sampai entah kapan. Sebab sisa-sisa rindu masih melekat di koridor sukma ku. Rindu itu terus berlari... dan kemudian lelah... berjalan... dan kemudian tak terhenti. mencari ujung dari koridor yang nampaknya tak berujung ini.  "Kasih, perjalanan ini sangatlah panjang. kau mau memintaku berjalan sejauh apa lagi? Nampaknya malam tak ingin melepas gelap untuk sang pagi. Namun sang malam harus. Merelakan sang gelap untuk sang pagi. karena sesungguhnya malam sangat mencintai pagi. maka direlakanlah sang gelap untuk sang pagi. meski harus menghapus dirinya sendiri."