Entah... sudah
berapa lama aku terdiam. Menatap sepasang mata indah yang tak kunjung menyadari mataku terpana. Menyadari bahwa
disini, peri kecilya telah jatuh kedalam sosok hangatnya. kedalam setiap geraknya. perlahan, namun penuh keikhlasan.
Tangan-nya yang
renta lincah membawa gelas untuk sang
ayah.
Dikecupnya kening
sang ayah sebelum berangkat kerja. Dipelataran rumah tempat mereka berdiri, aku
melihat kesempurnaan. Birunya langit pagi terkalahkan. Sosoknya kembali
terlihat dari balik tirai. Diaduknya susu hangat untuk putri tercintanya. Aku.
Jam dinding terus
berdetak. Dan Aku masih setia menatapnya.
Seperti biasa,
sehabis ini ia akan mengantarku sekolah. Dan menatap aku dari balik jendela
kelas. Dengan sabar ibuku menunggu, tanpa keluh.
Dan seperti biasa,
aku jatuh cinta untuk kesekian kalinya.
Kesekian kalinya
aku jatuh, pada memori masa kecilku, bersama Ibu. Ibuku.
Ibu... ada satu hal
yang harus kau tahu, tentang gadis kecil pewaris mata indahmu.
Kau harus tahu,
saat ini, didunia ini, aku merasa separuh sayapku hilang. Hilang bersama
bayang-bayangmu yang tenggelam dibawah batu nisan. Aku merindukan sayapku, ibu.
Ibu, aku
merindukanmu.
Ibu... apakah kau
mau, mengembalikkan separuh sayapku, sayap yang kau bawa pergi bersama rasa kehilanganku?
Ibu... jawab aku.
Apakah kau tahu?
Ibu, Ayah juga kehilangan sayapnya, sama seperti aku. Aku ini pewaris mata
indahmu, ibu. Jangan bersedih, aku yang menggantikan ibu membuatkan kopi untuk
suamimu. Ayah menitip pesan, padaku waktu itu. Ia bilang, ia rindu Ibu. Ibu
merindukan ayah, tidak?
Ibu... Aku selalu
bertanyta-tanya, kapan kau kembali? Apakah kau akan kembali? Suatu hari nanti,
ibu?
Aku berharap, kau
kembali, ibu. Membawa cinta dan harapan kita kembali. Seperti dulu. Ibu
menggenggam tanganku, dan kita berjalan berdampingan. Namun... secepat aku
berdoa, secepat itu juga aku mendapatkan jawaban. Bukan kau yang akan kembali.
Tapi
aku, dan juga ayah. Suatu hari nanti.
Sampai
jumpa, Ibu. Aku dan ayah merindukanmu.
Komentar
Posting Komentar